home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
LAPORAN KINERJA 2024
Kebijakan Cukai dan Peranannya di Masa Pandemi
Balai Diklat Keuangan Pontianak
Minggu, 12 Desember 2021 06:41 WIB
Kamis, 9 Desember 2021 BDK Pontianak menutup kegiatan akhir tahun dengan Open Class Kebijakan Cukai dan Peranannya di Masa Pandemi. Open Class ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat secara luas mengenai kebijakan cukai di Indonesia dan apa saja peranannya di masa pandemi. Open Class ini terbuka untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), mahasiswa, dan masyarakat umum. Kegiatan dimulai pukul 09.00 s.d. 11.35 WIB. Peserta Open Class dapat mengikuti kegiatan melalui Zoom Meeting dan Youtube BDK Pontianak. Sebagai pemateri Open Class adalah Bapak Agung Saptono, Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Kanwil DJBC Kalbagbar. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk talkshow interaktif di Studio BDK Pontianak. Kepala Seksi Penyelenggaraan Bapak Dedy Zulkarnain membuka Open Class dilanjutkan pemaparan materi. Moderator yang mendampingi pemateri adalah Bapak Anugrahwan K. N. Garang, Kepala Seksi Kepatuhan Pelaksanaan Tugas Pengawasan Kanwil DJBC Kalbagbar. Bapak Agung Saptono menyampaikan Peta Pengenaan Cukai Dunia, Cukai, Postur Cukai Dalam APBN, Kontribusi Cukai, dan Potensi Penerimaan Cukai Provinsi Kalbar & Tantangannya Cukai Masa Depan.
Kepala Seksi Penyelenggaraan Membuka Open Class
Indonesia sampai saat ini hanya memiliki 3 Barang Kena Cukai yaitu Hasil Tembakau, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Etil Alkohol. Penerimaan Cukai Terhadap Penerimaan Perpajakan dan Terhadap PDB (Negara OECD, Amerika Latin, Afrika, dan Asia) 2004-2015 sebesar 8,5% dari perpajakan dan 1,2% dari PDB. Tahun 2021, kita sudah mendekati 14-15% dari perpajakan, artinya sudah jauh meningkat. Indonesia memiliki jumlah BKC paling sedikit di tingkat ASEAN. Kontribusi cukai di Indonesia terhadap PDB berada di bawah rata-rata negara OECD. Mengapa perlu cukai? Pemerintah hadir mengambil peran agar POSITIVE EXTERNALITIES dan NEGATIVE EXTERNALITIES bisa dikontrol dengan baik. Karakteristik BKC (Barang Kena Cukai) yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan dan masyarakat, dan pemakaiannya perlu pembebanan demi keadilan dan keseimbangan. Tarif Cukai, untuk barang produksi dalam negeri maupun impor Hasil Tembakau paling tinggi 57% dari HJE, Selain Hasil Tembakau paling tinggi 80% dari HJE. Fungsi Cukai adalah Regulerend dan Budgetair. Regulerend yaitu Mengendalikan konsumsi di masyarakat, Melindungi keberlangsungan tenaga kerja, dan Meminimalisir peredaran rokok illegal. Sedangkan Budgetair yaitu Cukai juga sebagai sumber penerimaan negara yang potensial dan Dalam struktur pendapatan negera saat ini setidaknya 10% berasal dari cukai. Pilar Kebijakan Cukai meliputi pengendalian konsumsi; optimalisasi penerimaan negara, tenaga kerja; dan peredaran rokok ilegal.
Pemateri Memberikan Pemaparan
Lebih lanjut, Bapak Agung Saptono menyampaikan Target APBN Penerimaan Perpajakan 1.404.5T (DJBC memungut 27.28% dari Penerimaan Perpajakan tahun 2020). Target APBN 2020 dan 2021 menurun seiring pertumbuhan ekonomi yang negatif akibat pandemi dan dalam rangka menompang PEN. Penerimaan DJBC didominasi Cukai dalam beberapa tahun, dan rasionya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pun demikian sumbangan DJBC dalam tax ratio juga cenderung meningkat. Penurunan tren rokok illegal juga menjadi salah satu perhatian DJBC dalam rangka community protector. Kerugian dari Rokok Illegal yaitu Hilangnya potensi penerimaan negara di bidang perpajakan dan cukai serta Menurunkan alokasi DBH CHT dan pajak rokok. Kontribusi Cukai diantaranya CUKAI & PPN /PPh sebagai Penopang APBN; Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau; Pajak Rokok; dan Industrial Assistance (Industri Kesehatan & Farmasi). Potensi Penerimaan Negara (Cukai) Prop. Kalimantan Barat diantaranya Peneriman Cukai KPPBC TMP C Sintete tahun 2021 sebesar 39 milyar rupiah (235.53% dari target). Artinya masih terbuka luas potensi untuk meningkatkan target setoran cukai; Kondisi alam mendukung pengembangan perkebunan tembakau dan cengkeh untuk memasok kebutuhan PR di Kalbar. Selama ini kebutuhan tembakau nasional masih impor (40%); Terdapat rokok produksi Jawa yang diekspor ke Malaysia melalui Kalbar. Hal ini menjadi potensi untuk mengekspor rokok produk asal Kalbar ke Malaysia; Prevalensi pengguna rokok pada usia ≥ 15 Tahun di Kalbar adalah sebesar 27.49%. Jumlah yang tergolong masih di bawah rata-rata nasional yang sebesar 29.68%; Baru terdapat 1 pabrik rokok yaitu PT BTG di Bengkayang. Dari hasil penelitian diketahui terdapat beberapa pengusaha lain yang berminat untuk mendirikan PR baru dan menjadi pengusaha KIHT; Jumah pekerja perkebunan asal Indonesia yang bekerja di Malaysia cukup besar, dan pasar potensial untuk produk rokok asal Kalbar; dan Kalbar sebagai Pasar dan Sumber produksi rokok. Pasar, terdapat potensi dari sisi penduduk yg merokok. Sumber, terdapat potensi perkebunan tambakau dan cengkeh dimana perluasan lahan di Jawa sudah tidak memungkinkan. Ekstensifikasi Cukai diperlukan dalam rangka menjawab isu terkini mengenai Sampah Plastik, Penyakit Tidak Menular (Diabetes, Jantung, dsb), Polusi Udara, dan Pemanasan Global. Rencana Ekstensifikasi diantaranya Plastik, Tidak bisa terurai di alam, kerusakan lingkungan dan kesehatan; Minuman Berpemanis Dalam Kemasan, Isu kesehatan; Emisi Gas Buang, Isu Lingkungan dan Pemanasan Global.
Tanya Jawab dengan Peserta Open Class
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik