home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Sub Menu 1
Sub Menu 2
Sub Menu 3
Sub Menu 4
Sub Menu 5
Mengelola Desa Wisata Melalui Pemberdayaan Masyarakat, Mungkinkah?
Balai Diklat Keuangan Yogyakarta
Kamis, 30 Juli 2020 14:38 WIB
[Yogyakarta] 30 Juli 2020. Sebagai salah satu wilayah dengan potensi wisata yang besar, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak keunggulan yang menjadikannya berbeda dengan wilayah lain. Keunggulan yang bisa dikategorikan sebagai competitive advantage ini, tidak hanya berasal dari potensi alam dan budaya, tetapi juga potensi lain yang dibuat oleh masyarakatnya. Balai Diklat Keuangan Yogyakarta mencoba mengupas lebih dalam potensi tersebut dalam bentuk Kemenkeu Corpu Open Class OBSESI (Obrolan Seputar Desa Wisata) Seri 1: Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat.
Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara tradisi yang berlaku. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 55 desa wisata yang tersebar di seluruh wilayah DIY, dengan jumlah terbanyak ada di Kabupaten Sleman. Untuk Obsesi Seri 1 ini, Balai Diklat Keuangan Yogyakarta menggandeng Ketua Pokdarwis Desa Wisata Pancoh, Bapak Ngatijan.
Ngatijan sebagai narasumber Kemenkeu Corpu Open Class Obsesi Seri 1 dengan moderator yang merupakan Widyaiswara di BDK Yogyakarta, Amin Subiyakto
Desa Wisata Pancoh berdiri setelah erupsi Gunung Merapi tahun 2010, di mana saat itu masyarakat mengungsi. Selama masa pengungsian tersebut, terdapat pendampingan dari LSM Surakarta yang melihat potensi layak jual, yaitu dalam bentuk paket pariwisata. Mengingat Desa Wisata Pancoh tidak memiliki potensi alam yang bisa dijual, maka fokus pariwisata dialihkan ke aktivitas masyarakat, seperti membajak sawah, budidaya salak, karawitan, susur sungai, menanam padi, hingga pengelolaan biogas. Wisatawan tidak sekadar mengunjungi, tetapi juga bisa ikut merasakan pengalaman tinggal di desa itu bersama dengan warga.
Paket wisata ini diminati oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Potensinya pun tidak main-main. Dalam setahun bisa mendatangkan hingga 10.000 wisatawan, tanpa modal investasi yang besar dan hanya berbekal pemberdayaan masyarakat. Kuncinya adalah dengan melibatkan masyarakat, mulai dari perencanaan, pengelolaan, hingga pemecahan masalah. Dimulai dari pendekatan secara personal dengan masyarakat dilanjutkan dengan pemberian contoh agar menarik warga untuk berpartisipasi dalam pengelolaan desa wisata. Pengelolaan keuangan pun dilakukan dengan sistem bagi hasil sesuai keterlibatan masing-masing, sehingga meminimalisir konflik dalam masyarakat.
"Membuat desa wisata itu mudah, tetapi mempertahankannya butuh pejuang-pejuang yang tangguh", pesan Ngatijan kepada para peserta di penghujung acara.
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik