home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Sub Menu 1
Sub Menu 2
Sub Menu 3
Sub Menu 4
Sub Menu 5
Jarimu Harimaumu: Saring Sebelum Sharing, Posting Yang Penting, Jangan Yang Penting Posting
Balai Diklat Keuangan Yogyakarta
Rabu, 20 Februari 2019 09:31 WIB
[Yogyakarta] 19 Februari 2019. Media sosial (medsos) bisa jadi saat ini menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keseharian seseorang. Bagi sebagian orang medsos adalah alat eksistensi dan aktualisasi diri. Apabila digunakan dengan bijak medsos dapat memberikan manfaat yang besar untuk penggunanya, namun apabila penggunanya kurang bijak dalam menggunakan maka medsos bisa juga membawa malapetaka kepada penggunanya.
Untuk mendorong agar medsos dapat memberikan manfaat kepada penggunanya, terutama kepada para peserta Latsar, Balai Diklat Keuangan (BDK) Yogyakarta mengundang Kepala Bidang Keberatan Banding dan Pengurangan Kanwil DJP Jawa Tengah I, Dwi Joko Kristanto, untuk memberikan ceramah Analisis Isu Kontemporer dengan tema Bijak Bermedsos pada Pelatihan Dasar (Latsar) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Golongan II Periode I.
Mengawali ceramahnya, di depan 119 peserta Latsar Dwi menekankan pentingnya berhati-hati dalam menggunakan media sosial.
“Kalau dulu ada peribahasa “mulutmu harimaumu”, tetapi kalau sekarang peribahasa itu telah berubah menjadi “jarimu harimaumu””, ucap Dwi.
Melalui peribahasa tersebut Dwi ingin menyampaikan pesan bahwa melalui smartphone di tangan, kita bisa mengetikkan apa saja dan menyebarkan informasi apa saja. Dan melalui media sosial, apa yang kita ketik dan sebarkan bisa saja dalam sekejap menyebar tanpa batas. Jika apa yang kita ketik dan sebarkan sebuah kebaikan, maka mungkin akan membawa kebaikan bagi kita dan orang lain. Sementara itu jika yang kita ketik dan sebarkan adalah sesuatu yang tidak baik, seperti misalnya fitnah dan berita bohong (hoax), maka bisa jadi akan membawa bahaya bagi kita dan orang lain. Salah-salah, penjara bisa menjadi tempat bagi orang yang membuat dan menyebarkannya melalui media sosial.
“Untuk itu saya mengingatkan kepada Saudara-saudara, berhati-hatilah dalam ber-medsos, ber-medsos juga harus beretika, dan bermedsos juga harus santun. Saring sebelum sharing dan posting yang penting, jangan yang penting posting. Bekerjalah dengan hati jangan sesuka hati dan bertindaklah dengan hati-hati” pesan Dwi kepada para peserta.
Lebih lanjut Dwi menambahkan bahwa mestinya semua orang dapat memanfaatkan peluang yang muncul dari keberadaan medsos.
“Kalau saya mempunyai medsos peluangnya adalah untuk jalin silaturrahmi, untuk ketemu dengan teman-teman lama, untuk media saling bertukar informasi, untuk membentuk network, untuk mengembangkan diri/aktualisasi diri, atau bahkan untuk branding image”, ungkap Dwi.
Khusus kepada para peserta yang semuanya merupakan calon pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi berpesan agar para peserta bijak dalam menggunakan medsos, karena apa yang dilakukannya di medsos bisa jadi akan berakibat pada institusi. Ketidakbijakan dalam ber-medsos bisa saja akan memberikan kontribusi dalam kejatuhan citra institusi dan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi. Tentu saja hal tersebut juga akan merugikan PNS lain.
“Makanya kita harus bijak dalam ber-medsos. Mengapa? Karena kita sebagai PNS Kemenkeu mempunyai kode etik. Kita bijak ber-medsos untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan produktif, untuk menjaga harkat dan martabat PNS, serta untuk mewujudkan pegawai yang professional dan berkinerja tinggi”, jelas Dwi.
Di akhir ceramahnya, Dwi kembali mengingatkan kepada para peserta bahwa rekam digital tidak akan pernah terhapus dan setiap platformmedsos bisa jadi memiliki aturan yang berbeda.
“Untuk itu sebaiknya kita selalu cek sebelum posting, share hanya yang bermanfaat, gunakan bahasa sopan, junjung tinggi norma kesusilaan serta pastikan informasi benar dan pastikan kebenarannya. Media sosial itu untuk ajang silaturrahmi, dilarang pornografi, dan sebagai PNS Kemenkeu kita harus selalu menjaga nilai-nilai Kementerian Keuangan. Hindari keberpihakan pada politik, karena PNS harus netral. Dan satu lagi, hindari konten yang mengandung unsur SARA” pungkas Dwi mengakhiri ceramahnya.
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik